Atatnaberita.com ~ Banda Aceh- Terkait pembatalan sepihak Qanun Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Bendera dan Lambang Aceh oleh Kemendagri yang ramai diperbincangkan beberapa waktu oleh oleh publik di Aceh, pihak DPRA sudah melakukan upaya klarifikasi ke kementeri
Tim Komisi I DPRA diterima oleh Kasi Otsus Aceh Kuswanto dan Roni Saragih Kasubdit wilayah I Aceh Bidang Produk Hukum Kemendagri.
Kepada wartawan, Ketua Komisi I DPRA Azhari alias Cage, Rabu (18/9/2019) mengatakan bahwa setelah dilakukan klarifikasi, pihak Kementerian Dalam Negeri tidak dapat menunjukkan bukti apapun, termasuk surat yang pernah diterbitkan pada 2016 silam, yang kopiannya sempat beredar di internet.
“Mereka tidak dapat menunjukkan bukti(surat) yang pernah diterbitkan itu. Sehingga dalam disimpulkan bila surat yang pernah beredar itu hoax. Dengan demikian Qanun Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Bendera dan Lambang Aceh masih berlaku dan dapat dilaksanakan,” Kata Azhari di kantor DPRA.
Langkah klarifikasi tersebut ditempuh Komisi I DPRA, karena selama ini wakil rakyat tidak mendapatkan pemberitahuan tertulis dari pihak Kemendagri yang dikamdoi Tjahjo Kumolo, tentang pembatalan qanun dimaksud.
“Bukan hanya DPRA, eksekutif Aceh yaitu Gubernur Aceh juga tidak mendapatkan salinan surat tersebut.”
Atas hasil klarifikasi itu, tambah Azhari, untuk ke depan, karena saudah terbukti hoax, maka tidak perlu lagi ada polemik. “Tak perlu lagi disikapi karena surat itu hanya beredar di media sosial. kami tidak pernah menerimanya.”
Pada kesempatan tersebut Azhari menyayangkan sikap pihak Kemendagri yang seolah-olah sedang bermain-main dengan Aceh. Secara lisan mereka mengaku sudah menerbitkan surat tersebut, tapi kala diminta secara resmi, justru tidak dapat ditunjukkan. “Hal yang perlu ditegaskan lagi, bahwa setiap persoalan tentang Aceh, pihak pemerintah Pusat harus menempuh konsultasi dengan DPRA dan Gubernur Aceh. Hal ini sesuai dengan Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Pemerintah Aceh. Terkait terbitnya surat yang kini hoax itu, tak sekalipun ada konsultasi,” ujarnya.
Ia melanjutkan, untuk proses selanjutnya sangat tergantung kepada Gubernur Aceh. Pelaksanaan qanun tersebut harus dengan pergub. “Untuk proses eksekusi terkait qanun tersebut ada di Pemerintah Aceh, sedangkan DPRA fungsinya pengawasan, anggaran dan legislasi, yaitu menyiapkan aturan,” kata Cage.
“Berjalan atau tidaknya qanun itu setelah diterbitkannya pergub oleh Gubernur Aceh. Kita tunggu saja,” ungkapnya.('-')
jika ingin berkomentar,maka tulislah berupa saran dan nasehat.
EmoticonEmoticon